Hutan Pulau Batam akan Porak Poranda, Dapur Arang Menampung Semua Jenis Kayu
foto dapur arang/jendelasastara.com |
Sinarkepri.co.id-batam- Media cetak SKU Sinar
Kepri yang merupakan group dari media on line sinarkepri.co.id, telah sering menyoroti tentang keberadaan dapur arang di sepanjang
kawasan jalan Trans Barelang Kecamatan
Galang. Namun sepertinya
pengelola atau pemilik dapur arang masih tetap eksis kendati gencar diberitakan beberapa media. Hasil pantauan langsung wartawan media Sinar
Kepri ke salah satu dapur arang di kawasan Sembulang
kecamatan Galang yang lebih dikenal dengan dapur arang 6, Sabtu dua pekan lalu, terlihat tumpukan kayu di
beberapa tempat. Tetapi pemilik yang sebenarnya kebetulan berada di lokasi dapur 6 itu bernama Among menyebut, bahwa pengelolaannya sudah
diserahkan kepada menantunya bernama Ahui.
Ia memang mengakui, bahwa beberapa tahun lalu, benar
dirinya yang mengelola dapur arang tersebut.
Seiring dengan pertambahan usianya yang kini disebutnya mencapai 65
tahun, pengelolaan dapur arang diserahkan kepada menantunya bernama Ahui dan ia
sendiri mengelola restoran yang kebetulan di lokasi dapur arang tersebut tepat
di bibir pantai menghadap laut. .
Ditanya tentang berapa besar produksi arang yang dikelolanya, Among
mengelak dengan alasan, dirinya tak lagi mengurusi nya.
Ditanya tentang bahan
baku produksi arang yang disebut-sebut berasal dari hasil tebangan liar pohon bakau, Among juga mengelak selain hanya
menyebut, bahwa menantunya-lah kini yang mengetahui. Hanya saja Among menjelaskan,
bahwa bahan baku produksi arang, tak lagi hanya mengandalkan bahan baku pohon
bakau. Tetapi kini kayu-kayu lainnya
seperti pohon-pohon keras sudah turut dijadikan bahan baku produksi arang,
seraya menyebut beberapa jenis pohon keras.
Hanya saja, Among selalu mengelak ketika ditanyakan tentang adanya
dugaan bagi-bagi semacam jatah bulanan
kepada oknum wartawan, termasuk adanya yang menjual nama-nama media, termasuk
media ini oleh oknum wartawan tertentu.
“Masalah bagi uang itu, saya tak mengetahui, tetapi menantu saya Ahui
yang mengetahuinya”, kata Among seraya menyebut nama seorang wartawan yang
katanya sering datang ke tempat dapur
arang tersebut. Namun Among maupun
isterinya mengakui, bahwa wartawan sering datang ke tempatnya untuk menanyakan
tentang dugaan menampung pohon bakau hasil tebangan liar, bahkan sampai memfoto tumpukan kayu-kayu tersebut yang akan
diolah menjadi arang. Biasanya kata
Among, ada sampai tujuh orang wartawan pakai mobil untuk mengambil foto-foto
kawasan dapur arang itu.
Menantunya Ahui yang disebut Among sebagai pengelola atau yang
mengurusi dapur arang tersebut, memang agak jarang di tempat atau di lokasi. Ada yang menyebut, untuk
menghindari petugas atau wartawan
jika dikonfirmasi seputar dapur
arang tersebut. Namun Among sebagai
mertuanya menyebut, ada beberapa dapur arang yang dikelola Ahui di
sekitar Trans Barelang. Misalnya di
jembatan empat yang disebutnya menampung produksi arang dari beberapa daerah
Kepri. Among menjelaskan, dapur 6
berfungsi memproduksi arang dan sekaligus menampung arang dri beberapa daerah
Kepri. Ahui disebut, biasanya pulang
pada pukul 18.00 atau pukul 19.00.
Namun dari penjelasan Among yang sebenarnya pada awalnya mengelola dapur arang
tersebut, hanyalah dalih untuk mengelak dan melemparkan
tanggungjawab kepada menantunya. Ahui
sendiri diketahui, sangat sulit ditemui untuk
konfirmasi tentang kebenaran tudingan bahwa dapur arang tersebut
menampung pohon bakau hasil tebangan liar.
Untuk lebih mengetahui lebih detailnya, media ini mencoba meminta nomor
HP Ahui. Namun lagi-lagi Among menyebut,
tidak mengeahui nomr HP menantunya itu.
Ini tentu sangat mencengangkan! Among hanya meminta nomor HP wartawan media
ini untuk selanjutnya akan diserahkan kepada menantunya Ahui yang maksudnya
kira-kira, nantinya Ahui yang menghubungi.
Kendati dengan hati berat, namun untuk keprluan konfirmasi media ini
memberikannya. Ternyata setelah seminggu
kemudian, Ahui tidak pernah menghubungi
maupun tidak bisa dikonfirmasi. Bahkan
pada saat bertemu secara tak sengaja di SPBU Tembesi dengan Among, ia sengaja mengelak seraya menanyakan, apakah
sudah dihubungi menantunya Ahui.
Sementara Camat kecamatan Galang sendiri belum
bisa dikonfirmasi waktu itu seputar keberadaan dapur arang 6 yang tak jauh dari
kantornya, disebabkan kebetulan hari
Sabtu. Namun sumber media ini menjeleaskan, bahwa pengelola sebenarnya adalah
Among yang sudah berpuluh tahun digelutinya.
Ahui sendiri, menurut salah satu pemilik warung yang tak jauh dari dapur
6 itu menyebut, dahulu menantunya Ahui itu merupakan karyawannya dan hidupnya
tak seperti sekarang ini. Pemilik warung itu menyebut, dulu Ahui naik kenderaan roda dua untuk bekerja di
dapur 6 milik Among. Namun setelah menikah dengan puteri Among, keadaan
Ahui berobah drastis. Kini katanya
sudah naik mobil gonta ganti dan
dipercayakan mengelola beberapa dapur arang.
Namun, sebenarnya pemilik dapur arang 6 dan beberapa dapur arang di
sepanjang Trans Barelang adalah Among
sendiri, tambah pemilik warung tersebut.
Among memang boleh berkelit, jika ditanya seputar keberadaan dapur arang 6
tersebut dengan dalih bahwa menantunya Ahui yang mengelolanya. Namun bagaimana-pun, keberadaan dapur arang
tersebut diduga kuat menampung hasil tebangan liar. Tak hanya pohon bakau yang porak poranda,
tetapi kini kayu jenis lainnya, seperti pengakuan Among dijadikan sebagai bahan
baku produksi arang. Lantas , sampai
kapan keadaan ini dibiarkan…? Apakah
menunggu hutan sekitar
pulau Batam dan Galang Rempang
menunggu porak poranda. (arifin/sugiyono)