Sinarkepri.co.id Batam – Panitia Acara Solidaritas Pers Batam akhirnya mengeluarkan Pernyataan Resmi pasca-insiden kericuhan yang terjadi di acara forum klarifikasi pers pada Sabtu 14 Juni 2025 lalu. Forum klarifikasi pers tersebut yang digelar di Ballroom Lavender, Swiss-Belhotel, Harbour Bay, Batam.
Hal ini berkaitan adanya pemberitaan yang dikeluarkan oleh organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kepri dan Batam mengenai pernyataan "Preman Berkedok Wartawan"
Ketua Panitia Acara Solidaritas Pers Batam, Ali Saragih dalam jumpa pers menjelaskan bagaimana kronologis kegiatan tersebut, sekaligus meluruskan pemberitaan-pemberitaan miring yang telah terbit menyudutkan pihaknya.
"Di sini, saya buka semua apa yang sebenarnya terjadi. Lahirnya acara semalam itu atas pemberitaan yang disampaikan oleh Ketua PWI Provinsi Kepri, Saibansyah Dardani yang berstatmen 'Kalau bukan wartawan kompeten -- bersertifikasi dewan pers, itu premanisme berkedok wartawan'. Itu yang kita garis bawahi, ya!". Kata Ali di NanYang Kopitiam, Bengkong Sadai, Bengkong, Batam, pada Minggu (15/6/2025).
Atas dasar pemberitaan ini, kata dia, wartawan di Batam yang belum sertifikasi kompetensi menjadi gelisah. Maka terbentuklah perkumpulan Solidaritas Pers Batam tersebut.
Tidak hanya itu, ada beberapa pernyataan juga dari pemberitaan itu yang menjadi sorotan, yakni: "Sekolah punya hak untuk menolak wartawan abal-abal, kalau datang membawa nama wartawan tapi kerjanya mengintimidasi. Silahkan tanya: Anda punya sertifikat dewan pers atau tidak?".
Kemudian, statemen tambahan dari Ketua PWI Batam, M. Ansyarullah Kahvi Ansyari mengatakan: "Kami tidak akan memberikan profesi wartawan dicemari. PWI Batam berdiri bersama kepala sekolah!".
Munculnya pernyataan Ketua PWI Batam ini, kata Ali, karena adanya aduan yang disampaikan oleh guru-guru yang merasa terintimidasi oleh wartawan-wartawan yang dianggap tidak berkompeten mengadu kepada organisasi PWI.
Ali menyebut bahwa Ketua PWI Kepri, Saibansyah juga menuturkan didalam berita yang sama mengatakan: "Jangan biarkan kebohongan dan premanisme berselimut profesi wartawan. Saatnya lawan balik dengan literasi dan keberanian".
"Dalam hal ini kita semua sepakat dan menyamakan persepsi untuk memerangi oknum wartawan yang dimaksudkan oleh PWI. Tetapi, statemen ini juga membuat rancu untuk teman-teman wartawan di lapangan khususnya diksi 'Kalau bukan wartawan kompeten -- bersertifikasi dewan pers, itu premanisme berkedok wartawan." Ali menyayangkan statemen tersebut.
Mengapa demikian? Karena efek dari statemen ini telah berdampak langsung kepada tugas peliputan wartawan di lapangan ketika melakukan tugas peliputan berita.
"Atas dasar ini lah bangkit rasa solidaritas kita untuk menanyakan dan memperjelas statemen ini: Apakah benar atau tidak?," kata dia.
Setelah gonjang-ganjing yang terjadi, Ali kemudian mencoba menghubungi wartawan senior di Batam, Marganas Nainggolan yang pihaknya anggap bisa bijak dalam menyikapi polemik yang terjadi.
"Kenapa saya menghubungi beliau, karena kita menganggap bahwa Abang kita, Marganas adalah wartawan yang independen dalam artian bisa bijak dalam menyikapi polemik atas pernyataan dari organisasi PWI. Saat itu beliau masih di Jakarta, dan beliau sangat merespon mengenai hal ini. Dalam komunikasi itu, saya tidak banyak berbicara karena konteksnya saya kan mengadu kepada beliau, dan beliau sudah sangat paham. (***)